Pengertian dan Jenis-jenis koping
Setiap manusia pasti mempunyai masalah, dari yang terkecil sampai yang terbesar. Semuanya tergantung akan indvidu yang menjalani. Ada berbagai metode dalam menyelesaikan, menghadapi, menghindari, ataupun meminimalisir suatu masalah, akan tetapi tidak jarang kta menemui seseorang yang takut menghadapi suatu permasalahan dan tidak mencari jalan keluar yang bijak. Jika seorang indivdu salah atau kurang tepat dalam mengcoping suatu permasalahan, maka hasilnyapun akan kurang memuaskan, bahkan dapat menimbulakn gangguan dalam pikiran dan kejiwaannya, seperti depresi, stres dan gila.
Coping sebagai suatu cara suatu individu untuk mengatasi situasi atau masalah yang dialami baik sebagai ancaman atau suatu tantangan yang menyakitkan. Dengan perkataan lain strategi coping merupakan suatu proses dimana individu berusaha untuk menanggani dan menguasai situasi stres yang menekan akibat dari masalah yang sedang dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya.
Jenis-jenis Koping
Pada umumnya gejala yang ditimbulkan akibat stress
psikologis tergantung pada dua faktor yaitu :
- Bagaimana persepsi atau penerimaan individu terhadap
stressor, artinya seberapa berat ancaman yang dirasakan oleh individu tersebut
terhadap stressor yang diterimanya.
- Keefektifan strategi koping yang digunakan oleh
individu; artinya dalam menghadapi stressor, jika strategi yang digunakan
efektif maka menghasilkan adaptasi yang baik dan menjadi suatu pola baru dalam
kehidupan, tetapi jika sebaliknya dapat mengakibatkan gangguan kesehatan fisik
maupun psikologis.
Jenis-jenis Koping yang Konstruktif dan Positif
Harmer dan Ruyon (1984) menyebutkan jenis-jenis koping yang
dianggap konstruktif: yaitu:
- Penalaran
(reasoning)
Yaitu penggunaan kemampuan kognitif untuk mengeksplorasi bebagai macam alternatif
pemecahan masalah dan kemudian memilih salah satu alternate yang dianggap
paling menguntungkan. Individu secara sadar mengumpulkan berbagai informasi
yang relevan berkaitan dengan persoalan yang dihadapi, kemudian membuat
alternatif-alternatif pemecahannya, kemudian memilih alternative yang paling
menguntungkan dimana resiko kerugiannya paling kecil dan keuntungan yang
diperoleh paling besar.
- Objektifitas
Yaitu kemampuan untuk membedakan antara komponen-komponen emosional dan logis
dalam pemikiran, penalaran maupun tingkah laku. Kemampuan ini juga meliputi
kemampuan untuk membedakan antara pikiran-pikiran yang berhubungan dengan
persoalan dengan yang tidak berkaitan. Kemampuan untuk melakukan koping jenis
objektifitas mensyaratkan individu yang bersangkutan memilki kemampuan untuk
mengelola emosinya sehingga individu mampu memilih dan membuat keputusan yang
tidak semata didasari oleh pengaruh emosi.
-Konsentrasi
Yaitu kemampuan untuk memusatkan perhatian secara penuh pada persoalan yang
sedang dihadapi. Konsentrasi memungkinkan individu untuk terhindar dari
pikiran-pikiran yang mengganggu ketika berusaha untuk memecahkan persoalan yang
sedang dihadapi. Pada kenyataannya, justru banyak individu yang tidak mampu
berkonsetrasi ketika menghadappi tekanan. Perhatian mereka malah terpecah-pecah
dalam berbagai arus pemikiran yang justru membuat persoalan menjadi seakin
kabur dan tidak terarah.
- Penegasan
diri (self assertion)
Individu berhadapan dengan konflik emosional yang menjadi pemicu stress dengan
cara mengekpresikan perasaan-perasaan dan pikiran-pikirannya secara langsung
tetapi dengan cara yang tidak memaksa atau memanipulasi orang lain. Menjadi asertif
tidak sama dengan tidakan agresi. Sertif adalah menegaskan apa yang dirasakan,
dipikirkan oleh individu yang bersangkutan, namun dengan menghormati pemikiran
dan perasaan orang lain. Dewasa ini pelatihan-pelatihan dibidang asertifitas
mulai banyak dilakukan untuk memperbaiki relasi antar manusia.
-Pengamatan
diri (self observation)
Pengamatan diri sejajar dengan introspreksi, yaitu individu
melakukan pengujian secara objektif proses-proses kesadaran sendiri atau
mengadakan pengamatan terhadap tingkah laku, motif, cirri, sifat sendiri, dan
seterusnya untuk mendapatkan pemahaman mengenai diri sendiri yang semakin
mendalam. Pengamatan diri mengandaikan individu memilki kemampuan untuk
melakukan transedensi, yaitu kemampuan untuk membuat jarak antara diri yang
diamati dengan diri yang mengamati. Perkembangan kognitif dan latihan-latihan
melakukan introspeksi yang dilakukan sejak remaja, akan mempertajam
keterampilan untuk melakukan pengamatan diri.
sumber : http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-dyasdindan-5184-3-bab2.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar